BANYUMAS-Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin mengajak para santri Pondok Pesantren Modern Zam-zam Cilongok, Kabupaten Banyumas untuk tidak minder menghadapi tantangan zaman. Bahkan diharapkan dapat menjadi yang terbaik.
Demikian disampaikan Din Syamsuddin saat tanya jawab dengan para santri Pondok Pesantren Modern Zam-zam Cilongok, Minggu (18/9).
Dalam kunjungan singkat tersebut orang nomor satu di organisasi masa (ormas) Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu juga menandatangani prasasti pembangunan gedung SMA Ponpes Modern Zam-zam Muhammadiyah.
”Santri lulusan Pondok Pesantren harus bisa menjadi yang terbaik dan bermanfaat bagi umat. Jangan minder kalau ingin bisa berpretasi,” ujarnya menjawab pertanyaan salah satu santri yang bertanya kiat sukses.
Usai menandatangani prasasti pembangunan Gedung SMA Unggulan milik PCM Muhammadiyah Cilongok tersebut, Din mengharapkan agar majelis pendidikan Muhammadiyah dapat terus menciptakan umat yang tak hanya cerdas tapi juga berakhlak mulia. Usai mengadakan dialog dengan para pendidik dan santri di Ponpes Modern Zamzam selama setengah jam, Din langsung menuju ke Purwokerto.
Sekolah Unggulan
Direktur Utama Ponpes Modern Zam-zam, Agus Miftah mengatakan saat ini di Ponpes Zam-zam merupakan lembaga pendidikan Muhammadiyah Unggulan di wilayah Cilongok. Dalam kompleks pondok pesantren tersebut kini telah berdiri SMP Muhammadiyah. Sedangkan untuk tahun ini tengah dibangun gedung SMA Ponpes Modern Zam-zam Muhammadiyah.
”Saat ini jumlah santri di pondok ini ada sekitar 120 santri. Semoga usai pencanangan pembangunan gedung SMA ini para warga sekitar Cilongok dapat memanfaatkan lembaga pendidikan tersebut,” jelas Agus Miftah.
Pembangunan gedung SMA Unggulan ini merupakan program yang telah lama direncanakan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Cilongok. Pasalnya di Kecamatan Cilongok sendiri belum ada sekolah menengah atas yang dapat mengakomodir keinginan warga untuk pendidikan.
”Kami berharap agar nantinya keberadaan SMA unggulan di kompleks Ponpes Zam-zam ini dapat memberi manfaat bagi warga Cilongok dan sekitarnya. Karena selama ini di Cilongok yang notabene terdiri dari 20 desa belum terdapat SMA,” jelas Agus Miftah.(sus-80)
Selasa, 27 September 2011
Negeri 5 Menara, kisah sukses santri
Membaca lembar demi lembar buku ini buat saya sama saja melihat kembali sebagian dari perjalanan hidup saya. Novel ini merupakan kisah nyata dari seorang mantan jurnalis bernama a. fuadi. Apa yang dialaminya dari mulai keputusannya untuk mondok di pondok madani hingga akhirnya ia lulus dari pondok itu seolah menyegarkan kembali ingatan saya akan kehidupan pondok pesantren 14 tahun lalu yang saya alami selama 6 tahun, lebih lama dari pada yang fuadi alami yang ‘hanya’ 4tahun.
Ada yang unik dari novel ‘negeri 5 menara’ ini, begitu pembaca pertama kali membuka lembaran pertama dari buku ini dibalik hard cover depan dan belakang pembaca akan disuguhi gambar denah dari pondok madani. Rupanya fuadi sadar bahwa sebagian besar pembacanya belum tentu pernah mengalami kehidupan pondok. Perlu sebuah visualisasi dalam bentuk denah agar imaginasi pembaca tidak liar dalam menyelami kehidupan pesantren versinya fuadi.
‘Man jada wajada’ sebuah mahfuzhat atau pepatah arab (yang juga saya pelajari diawal-awal nyantri) yang artinya Siapa yang bersungguh-sungguh ia akan dapat adalah mantera sakti yang merubah kehidupan Alif selanjutnya sang tokoh utama dalam buku ini. Kekuatan kata-kata inilah yang merubah kehidupan seorang anak kampung hingga merambah dikehidupan di benua Amerika & Eropa.
Dalam buku ini, seluk beluk kehidupan pesantren dengan pendidikannya yang berlangsung 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, dikupas habis beserta romantikanya. Disiplin yang ketat bak kuil shaolin, kehidupan yang sederhana, jadwal padat yang diatur dengan lonceng, kyai yang jago bermain bola, semuanya dikupas habis di novel ini.
Tidak menyesal saya membeli buku ini, meski awalnya diniatkan untuk mengisi waktu kosong selama bulan puasa kemarin tapi ternyata hanya 2 hari saja saya menghabiskan waktu untuk membaca habis 416 halaman hal yang belum pernah saya lakukan dalam membaca apapun termasuk novel.
Apresiasi yang luar biasa untuk a. fuadi yang awal karirnya dimulai dari jurnalis bukan ustadz seperti kebanyakan alumni pesantren. Meski ada beberapa kisah yang kental fiksinya seperti kisah kecerdasan bocah bernama Baso yang memiliki photographic memory tetapi jika dibanding Lintang dalam kisah Laskar Pelang kisah Baso ‘masih’ realistis. Nampaknya tinggal menunggu waktu saja kisah ini di filmkan.
‘Man jada wajada’ Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. Sudahkah kita bersungguh-sungguh dalam bekerja dan belajar..? Selamat membaca
Ada yang unik dari novel ‘negeri 5 menara’ ini, begitu pembaca pertama kali membuka lembaran pertama dari buku ini dibalik hard cover depan dan belakang pembaca akan disuguhi gambar denah dari pondok madani. Rupanya fuadi sadar bahwa sebagian besar pembacanya belum tentu pernah mengalami kehidupan pondok. Perlu sebuah visualisasi dalam bentuk denah agar imaginasi pembaca tidak liar dalam menyelami kehidupan pesantren versinya fuadi.
‘Man jada wajada’ sebuah mahfuzhat atau pepatah arab (yang juga saya pelajari diawal-awal nyantri) yang artinya Siapa yang bersungguh-sungguh ia akan dapat adalah mantera sakti yang merubah kehidupan Alif selanjutnya sang tokoh utama dalam buku ini. Kekuatan kata-kata inilah yang merubah kehidupan seorang anak kampung hingga merambah dikehidupan di benua Amerika & Eropa.
Dalam buku ini, seluk beluk kehidupan pesantren dengan pendidikannya yang berlangsung 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, dikupas habis beserta romantikanya. Disiplin yang ketat bak kuil shaolin, kehidupan yang sederhana, jadwal padat yang diatur dengan lonceng, kyai yang jago bermain bola, semuanya dikupas habis di novel ini.
Tidak menyesal saya membeli buku ini, meski awalnya diniatkan untuk mengisi waktu kosong selama bulan puasa kemarin tapi ternyata hanya 2 hari saja saya menghabiskan waktu untuk membaca habis 416 halaman hal yang belum pernah saya lakukan dalam membaca apapun termasuk novel.
Apresiasi yang luar biasa untuk a. fuadi yang awal karirnya dimulai dari jurnalis bukan ustadz seperti kebanyakan alumni pesantren. Meski ada beberapa kisah yang kental fiksinya seperti kisah kecerdasan bocah bernama Baso yang memiliki photographic memory tetapi jika dibanding Lintang dalam kisah Laskar Pelang kisah Baso ‘masih’ realistis. Nampaknya tinggal menunggu waktu saja kisah ini di filmkan.
‘Man jada wajada’ Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. Sudahkah kita bersungguh-sungguh dalam bekerja dan belajar..? Selamat membaca
Langganan:
Postingan (Atom)